LEGAL OPINION

Download Artikel

LEGAL OPINION TERHADAP PERJANJIAN LAMA

PERJANJIAN TUHAN DENGAN KAIN/QABIL (BAG. 2)

Oleh: Cakra Ningrat

PENGANTAR:

Pada bagian pertama telah diungkap bagaimana Tuhan mengawali penciptaanNya dari SIFAT MENURUT. Wujud nyata sifat menurut pada alam semesta ini adalah BINTANG. Dari sifat menurut, Tuhan menciptakan SIFAT MELAWAN. Wujud nyata sifat melawan pada alam semesta ini adalah MATAHARI. Matahari melawan kegelapan maka terbitlah fajar, teranglah bumi. Manusiapun bangun untuk “melawan“ tidurnya. Mereka bangkit melakukan aktivitas dan mencari rezeki serta karunia Tuhan, dan sebagainya. Matahari tidak akan mungkin terus menerus melawan. Jika tiba waktunya matahari akan menurut. Matahari akan masuk kembali ketempat peraduannya. Sifat melawan akan kembali kepada awal penciptaannya yakni sifat menurut. Bumi digelapi oleh malam. Bintang gemintang bersinar terang menghiasi angkasa raya pertanda masuknya waktu “sifat menurut”. Manusiapun harus menurut dengan tidur/istirahat akibat kantuk yang tak tertahankan. Alqur’an mengatakan.

“Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (3 : 190).

Ummat islam diwajibkan mengerjakan shalat (sembahyang) sebanyak lima kali dalam sehari semalam dimana waktu pelaksanaannya telah ditetapkan sesuai firmanNya sebagai berikut:

1. “ Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan dari pada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat “ (QS 11 : 114)

Kata “tepi” memiliki dua makna yaitu tepi pada bagian awal dan tepi pada bagian ahir. Tepi siang (awal) waktunya jam 1200. Bila jam telah menunjukkan pukul 1200 maka ummat islam sudah bersiap-siap melaksanakan shalat dhuhur. Tepi siang (ahir) waktunya jam 1500 pertanda waktu telah masuk pelaksanaan shalat azhar. Jam 1800 pertanda waktu telah memasuki bagian permulaan dari pada malam. Ummat islam melaksanakan shalat magrib.

2. “Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam, (dan dirikanlah pula sholat subuh). Sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan oleh malaikat (QS 17 : 78).

Yang dimaksud sesudah matahari tergelincir adalah bilamana bianglala yang berwarna merah sudah tidak tampak lagi oleh mata kita di batas pandang cakrawala (ufuk barat). Waktunya jam 1900, ini adalah pertanda mulai masuknya waktu untuk shalat isha. Batas waktu shalat isha sampai gelap malam. Kata gelap malam dapat dimaknai sebagai waktu sebelum anda tidur. Sebelum matahari (fajar) terbit, pada jam 0500, ummat islam bangun untuk mendirikan shalat subuh.

Firman yang menyebut “sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh para malaikat” tidak bisa dimaknai secara harfiah oleh karena firman di atas hanya mempertegas bahwa “subuh” atau jam 0500 pagi adalah batas waktu “SIFAT MENURUT” terhitung dimulai sejak jam 1900 atau waktu shalat isha. Adapun waktu SIFAT MELAWAN” adalah jam 0600 waktu permulaan pagi sampai dengan waktu permulaan malam jam 1800. Selisih waktu antara subuh dan permulaan pagi adalah satu jam demikian pula selisih waktu antara permulaan malam (magrib) dengan waktu tergelincirnya matahari juga adalah satu jam.

Sebagai seorang muslim hendaknya kita harus bersikap arif, bijak dan kritis menggunakan logika kita masing-masing sebelum mengklaim sepihak diri sendiri sebagai pihak yang paling benar tanpa memahami substansi yang sangat mendasar atau inti masalahnya. Celakalah diri anda jika anda menyebut orang lain “salah” sementara anda juga bingung atau ragu untuk mengatakan bahwa diri anda “benar”. Karena itu; janganlah terlena dengan mulut manis ustadz atau untaian kalimat-kalimat indah yang anda baca di buku-buku karangan para ahli agama. Kalaupun anda tetap pada klaim subyektif anda maka jawablah pertanyaan di bawah ini:

Dalam alqur’an difirmankan: Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (QS 4 : 103).

Waktu-waktu shalat telah ditentukan sebanyak lima kali sehari semalam. Pertanyaannya; kenapa Tuhan menempatkan waktu-waktu shalat tersebut di dua surah dan ayat yang berbeda yaitu S11:114 dan S17:78 ???.

Silahkan anda jawab atau tanyakan kepada ustadz atau cari jawabannya di buku-buku karangan. Saya menjamin anda tidak akan mungkin mendapatkan sebuah jawaban yang pasti dan benar-benar dapat membuat intelektual anda tercerahkan.

A. SIFAT MENURUT

Cakra Ningrat memberi pendapat hukum bahwa: Penentuan waktu shalat pada surah dan ayat yang berbeda sebagaimana firmanNya di dalam alqur’an; karena Tuhan ingin menyampaikan pesan bahwa yang pertama-tama diciptakan Tuhan dalam penciptaan awal adalah SIFAT MENURUT. Wujud “sifat menurut” di alam semesta ini adalah BINTANG-BINTANG. Waktu “sifat menurut” di alam semesta ini adalah WAKTU MALAM. Firman Tuhan dalam alkitab (Kejadian 1 : 2) “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-melayang di atas permukaan air”. Dari firman tersebut dapat dikatakan kalau Roh Allah, air dan bintang-bintang memiliki SIFAT MENURUT. Oleh karena mulanya bumi ini gelap gulita maka “sifat menurut” memiliki waktu pada bagian MALAM. “Awal waktu sifat menurut ditandai dengan masuknya waktu shalat isha dan ahir waktu sifat menurut ditandai dengan masuknya waktu pelaksanaan shalat subuh.

Sifat menurut memiliki dua pengertian yaitu menurut untuk kebaikan dan menurut untuk kejahatan. Pada malam hari banyak tempat maksiat dibuka untuk memberi kemudahan dan kebebasan orang MENURUT pada pemuasan hawa nafsunya selain itu banyak juga orang yang MENURUT pada tipu muslihat syetan untuk berbuat kejahatan baik dengan cara berbisik penuh dengan bujuk rayu maupun dengan ilmu-ilmu sihir atau santet.

Untuk melindungi diri kita dari kejahatan malam alqur’an mengatakan: Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan mahlukNya dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki” (QS 113 : 1 – 5).

Firman di atas memberi penegasan kepada kita agar kita tidak ragu-ragu memposisikan TUHAN dan ALLAH pada posisinya masing-masing. Firman di atas memberi perintah kepada kita: Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, ….”. Firman tidak menyebut: Katakanlah; “Aku berlindung kepada Allah yang menguasai subuh, …..”. Tapi firman memerintahkan kita untuk mengatakan: Katakanlah “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh….”. Kenapa? Karena TUHAN YANG MAHA MENCIPTAKAN. Cakra Ningrat tidak mengatakan Tuhan menciptakan Allah akan tetapi Cakra Ningrat mengatakan Allah adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan Tuhan. Allah memproteksi dan menjaga kerahasiaan Tuhan yang sebenar-benarnya Tuhan. Tuhan ada di dalam Allah. Tapi Allah bukan Tuhan. Sungguh amat sangat tipis jaraknya bagaikan sehelai rambut dibelah tujuh akan tetapi justru ketipisannya itulah yang dapat menjauhkan anda dari jalan yang benar yaitu jalan menuju Tuhan.

Syetan mengetahui kalau Allah bukan Tuhan karena itu syetan sama sekali tidak takut apalagi gentar kepada Allah. Fakta hukum yang dapat kami kemukakan adalah betapa banyaknya orang-orang yang merasa dekat dengan Allah atau memuja dan menyembah Allah sebagai Tuhan yang justru melakukan kemaksiatan dan membuat kerusakan secara nyata. Bahkan kebanyakan dari mereka yang justru mempraktekkan ilmu-ilmu sihir yang diajarkan oleh syetan yang mereka kerjakan secara sadar dengan memperatasnamakan Allah.

Firman Tuhan pada surat Al Falaq (113:1-5) bukanlah sebuah bacaan biasa atau ucapan biasa yang perlu dikatakan oleh manusia. Firman di atas bersifat perintah, akan tetapi perintah itu tidak ditujukan kepada manusia. Perintah itu ditujukan kepada ALAM hususnya pada WAKTU MALAM. Waktu adalah bagian yang tak terpisahkan dengan ALAM SEMESTA ini. Perintah itu telah dilaksanakan dengan baik oleh alam sejak dulu, sekarang, nanti dan selamanya.

Guna mempertebal SIFAT MENURUT PADA KEBAIKAN, alqur’an menganjurkan kepada ummat islam untuk melaksanakan SHALAT MALAM. Sebagaimana firmanNya: Dan pada sebagian malam hari bershalat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji (QS 17 : 79).

Penggunaan kata “mudah-mudahan” pada firman di atas dapat dimaknai sebagai sesuatu yang tidak dapat memberi kepastian bahwa bila seseorang sering melaksanakan shalat tahajjud lantas Tuhan harus menempatkan mereka ketempat yang terpuji. Shalat malam semata-mata hanya bertujuan agar orang yang melaksanakannya dapat mempertebal “sifat menurut pada kebaikan”. Hal ini didasari oleh firman Tuhan berikut ini:

“Hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Juga orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (QS 25: 63 – 64).

Orang-orang yang baik adalah orang yang memiliki SIFAT MENURUT PADA KEBAIKAN. Kepribadian orang itu adalah memiliki sifat dan bersikap rendah hati serta selalu mengucapkan kata-kata yang baik. Sifat menurut kepada kebaikan tidak hanya milik ummat islam saja, akan tetapi semua orang bisa saja masuk dalam kategori itu meskipun orang itu tidak beragama islam dan tidak pernah melaksanakan shalat malam.

SHALAT bukan tolok ukur sebuah Kebenaran. Tidak ada satupun ayat di dalam alqur’an baik secara terang-terangan maupun samar-samar yang dapat mengarahkan fikiran kita untuk menyimpulkan bahwa orang yang mendirikan shalat adalah orang yang benar. Shalat bertujuan agar orang yang mendirikannya atau melaksanakannya dapat tercegah dari perbuatan jahat atau mencegah diri dari berbuat jahat.

Difirmankan di dalam alqur’an:

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 29:45).

Firman di atas dengan jelas menyebutkan bahwa shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.

B. SIFAT MELAWAN

Wujud nyata sifat melawan di alam semesta ini adalah MATAHARI. Pada siang hari manusia bangkit melawan tidur dengan melakukan aktivitas untuk hidup dan kehidupannya. Dalam alqur’an (Allah berfirman) “Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS 51:56).

Makna “Jin” pada firman di atas adalah tingkat panasnya matahari pada jam 12.00 sampai dengan jam 15.00. Ummat islam wajib melaksanakan shalat di dua tepi siang yaitu shalat dhuhur pada jam 12.00 dan azhar pada jam15.00. Meskipun seluruh ummat islam melaksanakan shalat pada jam-jam itu, akan tetapi shalat tersebut tidak akan dapat mengurangi derajat panas teriknya matahari.

Firman di atas tidak bisa dimaknai secara harfiah sebab firman tersebut berkaitan dengan panas teriknya matahari antara dhuhur dan azhar atau waktu JIN. Manusia harus bisa menerima kenyataan tersengat oleh Jin atau terbakar oleh panas teriknya matahari sebagai bentuk kepasrahan manusia kepada apa yang diciptakan Tuhan. Pada jam-jam yang telah ditentukan Jin harus menyengat dan membakar karena pada awalnya memang seperti itulah yang diciptakan Tuhan. Hanya dengan tingkat panas seperti Jin itu saja yang dapat menyebabkan air di lautan menguap ke atas menjadi uap air di udara. Bila uap air ini sudah menyatu dalam bentuk gumpalan air maka air itu kembali diturunkan ke bumi dalam bentuk hujan.

Difirmankan: dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.(QS 45:5)

Sekali dalam sepekan ummat islam melaksanakan shalat Jum’at. Waktunya setelah masuk waktu “Jin” atau sekitar jam 12.30 – 13.00 siang. Dalam alqur’an difirmankan: “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu pada mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka betebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karuniah Allah. Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS 62:9-10)

Pada hakekatnya shalat Jum’at bertujuan agar ummat islam dapat mengaplikasikan SIFAT MENURUT yang ada di dalam dirinya pada saat berlangsungnya waktu JIN. Agar “sifat menurut” manusia tidak salah arah di waktu berlangsungnya waktu “sifat melawan” maka telah difirmankan: Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang (membisikkan) kejahatan ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (QS 114:1-6).

Firman di atas tidak ditujukan kepada manusia untuk mengatakannya atau mengucapkannya. Firman tersebut bersifat perintah dan perintah itu ditujukan kepada alam. Bukan manusia yang harus melaksanakan perintah itu. Yang melaksanakan perintah itu adalah ALAM hususnya yang mengatur waktu pada SIANG HARI. Perintah itu telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang dikehendaki oleh TUHAN SANG PENCIPTA sejak dulu, sekarang, nanti dan selamanya.

Firman Tuhan dalam surah An-Nass (114: 1-6) banyak menyebut kata “manusia” oleh karena hanya pada siang hari saja manusia banyak melakukan aktivitas jual-beli dengan kata lain mengurus kehidupannya. Adalah sebuah ketidaklaziman dan tidak dapat dipungkiri bahwa dalam berintraksi terhadap sesamanya manusia (habluminannas) sangat sering manusia melupakan Tuhan bahkan acapkali meniadakan Tuhan. Ini disebabkan karena syaitan yang biasa bersembunyi membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia sehingga seorang bawahan menggantungkan nasibnya kepada atasannya, seorang prajurit kepada komandannya, murid kepada gurunya, menteri kepada presiden, dsb.

Firman yang mengatakan “Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia” tidak bisa dimaknai secara harfiah. Demikian pula terhadap kata “Jin” tidak bisa diartikan sebagai suatu sosok gaib atau dimaknai sebagai panas teriknya matahari. Kata “Jin” yang dimaksud pada ayat ini adalah tingkatan “panasnya” dari NAFSU DUNIAWI dan AMBISI manusia. Nafsu yang ada di dalam diri manusia tersebut terkadang mendapat pengaruh atau penguatan dari manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya.

Manusia bisa saja menggantungkan semua pengharapannya kepada sesamanya manusia baik menggantungkan nasibnya maupun rezekinya dalam menjalani hidup dan kehidupan ini, namun hal itu tidak akan memberi pengaruh sedikitpun terhadap existensi Tuhan. Ini disebabkan karena Tuhan telah memerintahkan alam yang memiliki kekuasaaan pada WAKTU SIANG untuk memproteksi diri-Nya.

PERINTAH TUHAN KEPADA ALAM SEMESTA

Berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum “penggenapan” maka alam semesta terdiri atas dua alam yaitu alam langit dan alam fana. Alam langit adalah alam yang tidak diketahui oleh manusia (gaib) sedangkan alam fana adalah alam yang diketahui oleh manusia (nyata). Dunia nyata beserta seluruh isinya adalah alam fana termasuk seluruh alam ruang angkasa, bintang-bintang, matahari dan bulan dsb sepanjang dapat dilihat atau diketahui oleh manusia dikategorikan termasuk di dalam wilayah alam nyata.

a. Perintah Tuhan kepada alam langit (gaib)

Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan tempat meminta. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia.” (QA 112: 1-4).

Firman di atas merupakan perintah Tuhan kepada alam langit. Perintah itu sama sekali tidak ditujukan kepada manusia. Manusia tidak akan mungkin memahami dengan benar perintah itu sebab tidak ada manusia yang memahami alam langit dengan sebenar-benarnya. Meskipun begitu, ummat islam bisa saja mempelajari atau menafsirkannya akan tetapi dapat dipastikan bahwa apa yang mereka pelajari dan tafsirkan tidak dapat dianggap sebagai sebuah kebenaran.

Referensi Langit

Dalam alqur’an difirmankan “Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat. (QS 17:1).

Masjidil Haram terletak di kota Mekkah dan Masjidil Aqsha terletak di Palestina. Kedua kota itu terpisah oleh jarak sepanjang ribuan kilo meter, yang membutuhkan waktu berbulan-bulan bila kita MENJALANINYA secara nyata (phisik) dengan mengendarai Unta. Oleh karena Tuhan MEMPERJALANKAN hambaNya yaitu Nabi Muhammad maka waktu yang dibutuhkan hanya hitungan detik saja. Perjalanan di malam hari ini dikenal dengan nama ISRA’. Pada malam itu juga perjalanan nabi Muhammad di lanjutkan dari Al Masjidil Aqsha di Palestina naik ke langit hingga mencapai Sidratul Muntaha. Perjalanan menuju langit dikenal dengan nama MI’RAJ. Ummat islam memahami mi’raj berdasarkan kisah atau riwayat yang diceritakan oleh sahabat-sahabat nabi. Sampai saat ini ummat islam masih berbeda pendapat tentang perjalanan Isra’ dan Mi’raj ini. ada yang mengatakan nabi diperjalankan dengan jasadnya, namun ada juga yang berpendapat nabi diperjalankan secara batin. Isra’ dan Mi’raj adalah doktrin yang diimani oleh seluruh ummat islam.

Cakra Ningrat berpendapat; Isra’ dan mi’raj memiliki kedudukan hukum yang berbeda. Isra’ memiliki dasar hukum alqur’an, berarti berlaku untuk seluruh ummat manusia sedangkan Mi’raj dasar hukumnya hadist (kisah atau riwayat) nabi, berarti peruntukannya semata-mata hanya untuk internal ummat islam saja. Ummat islam tidak boleh menyalahkan ummat lain bila mereka menolak kebenaran alam langit termasuk perintah-perintah shalat sebagaimana yang diriwayatkan oleh nabi Muhammad. Ibadah shalat yang dilaksanakan oleh Ummat islam bukanlah sebuah KEBENARAN yang bersifat universal. Shalat tidak memberi jaminan keselamatan bagi yang melaksanakannya oleh karena shalat hanya bertujuan agar mereka yang mengerjakannya dapat terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Shalat bukan satu-satunya cara untuk mencegah manusia dari perbuatan-perbuatan tercela atau yang dilarang oleh aturan, baik oleh aturan agama maupun etika, budaya, norma dan hukum positif.

Firman yang menyebut “Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya…” tidak bisa dimaknai secara harfiah oleh karena pada saat turunnya ayat tersebut Masjidil Haram di Mekkah belum ada dan Masjidil Aqsha di Palestina juga belum ada. Jika kedua mesjid itu belum ada, pertanyaannya adalah “apa yang dimaksud telah Kami berkahi sekelilingnya ?”. Penggunaan kata “TELAH” menandakan sesuatu yang sudah terjadi dalam bentuk lampau, akan tetapi fakta hukumnya Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha belum ada saat firman ini diturunkan. Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha hanyala AKIBAT. Patut bagi kita semua untuk mencari tahu apa yang menjadi SEBAB yang selama ini sengaja dirahasiakan Tuhan. Kita harus berangkat dari dasar hipotesa yang sama bahwa sedangkan yang ada di bumi saja dirahasiakan Tuhan apalagi yang di langit!.

Cakra Ningrat berpendapat bahwa yang menjadi SEBAB adalah karena terdapatnya BAIT Allah (Baitullah). Bait Allah inilah yang “telah” diberkahi di sekelilingnya kemudian dinamakan Al Masjidil Haram dan Al Masjidil Aqsha. Berangkat dari prinsip dasar hukum “PENGGENAPAN”, terdapat dua Bait Allah yang ada di Mekkah dan Bait Allah yang ada di Betelehem.

“Dalam alqur’an difirmankan: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat baribadat) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS 3:96).

Firman di atas tidak bisa dimaknai secara harfiah oleh karena firman menyebut “rumah yang MULA-MULA dibangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah). Jika ada yang MULA-MULA atau yang PERTAMA maka pasti ada yang KEDUA. Pertanyaannya dimanakah Bait Allah yang kedua ? Al Kitab menerangi kita dalam kitab Kejadian 28: 10-22 pada bagian MIMPI YAKUB DI BETEL. Firman tersebut adalah sebagai berikut:

Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran. Ia sampai di suatu tempat, dan bermalam di situ, karena matahari telah terbenam. Ia mengambil sebuah batu yang terletak di tempat itu dan memakainya sebagai alas kepala, lalu membaringkan dirinya di tempat itu. Maka bermimpilah ia, di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampaklah malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu. Berdirilah TUHAN di sampingnya dan berfirman: “Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; tanah tempat engkau berbaring ini akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu. Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya, dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara, dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di muka bumi ini akan mendapat berkat. Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke mana pun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu.”

Ketika Yakub bangun dari tidurnya, berkatalah ia: “Sesungguhnya TUHAN ada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya.” Ia takut dan berkata: ”Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah Allah, ini pintu gerbang sorga.” Keesokan harinya pagi-pagi Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya. Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus.

Lalu bernazarlah Yakub: “Jika Allah akan menyertai dan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku. Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu.” (Kej. 28:10-22)

Bait Allah (Baitullah) atau Ka’batullah yang ada di Mekkah dan Bait Allah yang ada di Betelehem memiliki kedudukan hukum yang sama karena sama-sama diberkahi di sekelilingnya. Bait Allah yang ada di Mekkah dibangun oleh nabi Ibrahim bersama putranya Ismail, pada bangunan itu terdapat tanda-tanda yang nyata sebagaimana difirmankan dalam alquran sebagai berikut:

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (diantaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS 3:97)

Berbeda halnya dengan Bait Allah yang ada di Betelehem. Berawal dari mimpi Yakub bin Ishak bin Abraham (Ibrahim) yang bermimpi melihat tangga dari bumi yang berujung di langit. Nampak bagi Yakub malaikat naik-turun melalui tangga itu. Berdirilah Tuhan di sampingnya dan berfirman; Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenek-mu, dan Allah Ishak; tanah tempat engkau berbaring ini akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu. Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya, dan engaku akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara, dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di muka bumi ini akan mendapat berkat. Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke mana pun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu.”

Ketika Yakub bangun dari tidurnya, berkatalah ia: “Sesungguhnya Tuhan ada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya.” Ia takut dan berkata: ”Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah Allah, ini pintu gerbang sorga.” Keesokan harinya pagi-pagi Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya. Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus.

Tugu yang didirikan Yakub adalah Tanda bahwa di situlah BAIT Allah yang KEDUA. Dibelakang hari kawasan itu diperluas oleh Nabi Daud kemudian dilanjutkan oleh nabi Sulaeman dan alqur’an menamakannya sebagai Al-Masjidil Aqsha.

Ummat nasrani meyakini bahwa Yesus Kristus (Isa Almasih) bangkit dari yang mati di hari yang ketiga kemudian ia datang mengunjungi murid-muridnya dan menyampaikan pesan-pesan kepada mereka. Beberapa hari kemudian Yesus Kristus naik ke langit. Pertanyaannya bagaimanakah cara Yesus Kristus naik ke langit ?

Cakra Ningrat berpendapat; Yesus Kristus (Isa Almasih) naik ke langit melalui sebuah tangga dari bumi yang ujungnya sampai di langit sebagaimana yang disaksikan Yakub di dalam tidurnya.

Ummat islam meyakini bahwa nabi Muhammad Mi’raj dari Al Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha di langit ke tujuh dengan mengendarai Bouraq. Bouraq digambarkan sebagai kuda terbang memiliki dua sayap dan kepalanya menyerupai wanita yang cantik jelita. Ini adalah pemahaman yang keliru dan mengada-ngada. Pertanyaannya dengan cara apakah nabi Muhammad naik ke langit ?

Cakra Ningrat berpendapat bahwa nabi Muhammad naik ke langit melalui sebuah tangga dari bumi yang ujungnya sampai di langit sebagaimana yang disaksikan Yakub di dalam tidurnya. Oleh karena itu Cakra Ningrat dengan tegas MEMBENARKAN bahwa nabi Muhammad benar-benar telah melakukan mi’raj atau naik ke langit ke tujuh.

Dalam alqur’an difirmankan: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS 53: 13-18).

Seluruh kisah-kisah ataupun riwayat saat nabi Muhammad berada di langit yang selama ini diimani oleh ummat islam sepatutnya ditolak kebenarannya karena tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan bertentangan dengan firman pada surah 53: 13-18 tersebut di atas. Logikanya sangat sederhana; dikisahkan bahwa nabi Muhammad melihat orang disiksa di dalam neraka di langit ke dua, ke tiga, ke empat, ke lima, dan ke enam. Imposible! Neraka tidak mungkin berada di langit!. Dikisahkan pula bahwa nabi Muhammad naik turun dari langit pertama ke langit ke tujuh untuk menerima perintah shalat hingga tercapai kesepakatan shalat diwajibkan sehari semalam. Sebagai seorang moderat, Cakra Ningrat berpendapat bahwa kisah-kisah tersebut memiliki tujuan agar ummat islam mau mengerjakan shalat sebab shalat itu bertujuan mencegah seseorang dari berbuat keji dan mungkar. Jika seseorang selalu berbuat keji dan mungkar maka kelak orang itu akan merasakan siksaan neraka. Kisah tersebut sangat subyektif dan tidak memenuhi unsur-unsur Kebenaran yang bersifat universal. Cakra Ningrat dengan tegas menolak kebenaran kisah itu.

Catatan: Bila pembaca ingin mengetahui keadaan rahasia langit yang sesungguhnya; Cakra Ningrat menyarankan kepada anda untuk membaca artikel SATRIO PININGIT TELAH MUNCUL, di blog SPTM ini. penulis artikel itu tidak mencantumkan namanya.

Berangkat dari prinsip-prinsip hukum PENGGENAPAN maka dapat dikatakan bahwa tangga dari bumi yang ujungnya sampai ke langit sebagaimana yang disaksikan oleh Yakub di dalam tidurnya dapat disimpulkan bahwa tangga tersebut telah dua kali dinaiki yaitu yang pertama oleh Yesus Kristus (Isa Almasih) dan yang ke dua oleh nabi Muhammad SAW. Oleh karena tangga itu telah memenuhi kaidah hukum penggenapan maka tangga tersebut dianggap HAPUS DEMI HUKUM.

Tangga yang disaksikan oleh Yakub bukan tangga yang nyata. Tangga itu tidak dapat dilihat secara kasat mata. Tangga itu adalah TANGGA GAIB. Yesus Kristus dapat menaiki tangga gaib tersebut setelah beliau menemui kematiannya di tiang salib. Kematian Yesus semata-mata bertujuan untuk melepaskan dirinya dari belenggu jasadnya. Kebangkitannya adalah tanda Jasad melebur menjadi satu dengan jiwanya. Jiwa Yesus-lah yang menaiki tangga gaib itu. Bukan jasadnya.

Sama halnya dengan nabi Muhammad ketika mi’raj, yang naik ke langit bukan jasadnya akan tetapi jiwanya. Jiwanya keluar meninggalkan jasad beliau kemudian jiwa itu menaiki tangga gaib tersebut. Jasad sama sekali tidak bisa menembus langit.

Firman Tuhan dalam alqur’an: “Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun “ (QS 70:4)

Firman tersebut tidak dapat dimaknai secara harfiah. Firman tersebut harus dimaknai bahwa perbandingan waktu di bumi dan di langit adalah sehari di langit sama dengan lima puluh ribu tahun di bumi. Tidak ada satupun manusia yang memiliki umur puluhan ribu tahun. Alqur’an menerangkan bahwa nabi yang paling panjang umurnya adalah nabi Nuh yaitu Sembilan ratus lima puluh tahun. Firman di atas memberi ketegasan kepada kita bahwa jasad tidak bisa naik ke langit. Yang bisa ke langit hanya Jiwa. Jiwa yang gaib memiliki tangga yang gaib. Yesus Kristus yang pertama menaiki tangga gaib tersebut kemudian yang kedua dan menggenapinya adalah nabi Muhammad SAW.

Dalam segala hal, semua yang diciptakan Tuhan senantiasa memiliki pasangan-pasangan untuk menggenapinya sebagaimana difirmankan dalam alqur’an: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah” (51:49).

Cakra Ningrat menjadikan ayat tersebut di atas sebagai landasan berfikir untuk menyatakan PENGGENAPAN (pasang-pasangan) adalah DASAR HUKUM KETAUHIDAN ( Meng-esaan Tuhan).

b. Perintah Tuhan kepada alam fana (dunia nyata)

Alam langit (gaib) dan alam fana (dunia nyata) memiliki perbedaan prinsip dan mendasar yaitu:

• Alam langit memiliki KETERBEBASAN TERHADAP WAKTU. Di alam langit tidak ada waktu siang dan tidak ada waktu malam. Penghuni alam langit tidak memiliki nafsu dan kehendak.

• Alam fana (dunia nyata) memiliki KETERBATASAN TERHADAP WAKTU. Di alam fana berlaku ketentuan waktu “pergantian siang dan malam”. Penghuni alam fana (manusia dan syetan) memiliki KEBEBASAN NAFSU DAN KEHENDAK. Kebebasan ini disebabkan karena adanya sifat menurut dan sifat melawan.

Oleh karena manusia dan syetan yang menghuni alam fana ini memiliki kebebasan nafsu dan kehendak maka Tuhan mewahyukan dalam bentuk perintah kepada alam yang mengatur waktu malam dan siang sbb:

1. Perintah Tuhan kepada alam (waktu malam)

Katakanlah “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan mahkluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (113: 1-5).

2. Perintah Tuhan kepada alam (waktu siang)

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia. (114: 1-6).

 

Perintah Tuhan kepada WAKTU (malam dan siang) mulai berlaku sejak penciptaan yang pertama, jauh sebelum alquran diturunkan. Manusia tidak akan mungkin dapat memahami alquran dan alqitab secara benar dan sebenar-benarnya bilamana tidak mengetahui rahasia Tuhan terhadap penciptaan yang pertama.

Dasar hukum penciptaan yang pertama

Dalam alquran difirmankan: “Maka apakah kami letih dengan penciptaan yang pertama?” Sebenarnya mereka ragu-ragu tentang penciptaan yang baru (QS 50:15).

Firman di atas tidak dapat dimaknai secara harfiah. Secara samar-samar Tuhan bertanya kepada kita: “Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama?” firman dengan tegas menerangkan tentang adanya penciptaan yang pertama. Bila penciptaan yang pertama tidak kita ketahui maka dapat dipastikan kita akan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru atau penciptaan yang kedua.

Cakra Ningrat akan menuliskan seluruh rahasia Tuhan berkaitan dengan penciptaan yang pertama agar manusia dapat memahaminya dengan logikanya masing-masing bahwa Tuhan tidak pernah merasa letih dengan penciptaan yang pertama. Bahwa seluruh yang kita lihat dan saksikan sekarang ini hanya sebuah mata rantai yang penjang dari penciptaan yang pertama dan penciptaan yang pertama itu akan diakhiri karena Tuhan akan melakukan penciptaan yang baru atau penciptaan yang kedua.

Difirmankan dalam alquran: Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua) ? (QS 56:62)

Firman di atas tidak bisa dimaknai secara harfiah. Kalimat “Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama” adalah kalimat untuk menjebak orang-orang yang sok tahu, sok pintar dan sombong! Pertanyaanya “apa yang anda ketahui tentang rahasia penciptaan yang pertama?” firman di atas justru merupakan pintu masuk yang dibenarkan secara hukum untuk menghukum orang-orang yang sok tahu dan sok pintar seperti misalnya ustads-ustads, ulama, pastor, pendeta dan orang-orang sombong lainnya.

Cakra Ningrat meminta kepada seluruh pembaca terutama warga setia blog SPTM ini agar:

1. Bersyukurlah kepada Tuhan Semesta Alam karena telah mengizinkan dan memberi kesempatan, kesabaran dsb. kepada Cakra Ningrat sehingga dapat menulis di blog yang terhormat ini.

2. Bersabarlah dalam menanti, membaca, menyimak, mempelajari dsb artikel-artikel Cakra Ningrat. Tulisan-tulisan Cakra Ningrat adalah tulisan yang hidup, tulisan yang didasari oleh firman Tuhan untuk memunculkan kebenaran Tuhan.

 Bersambung ke bagian ketiga.

 Ditulis tanggal: 13-11-13.